Sabtu, 31 Maret 2018

“ANALISIS PERKEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) 2006 DAN KURIKULUM 2013”



“ANALISIS PERKEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) 2006  DAN KURIKULUM 2013”

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu Syarat mencapai derajat Sarjana S-1
Program Studi Teknologi Pendidkan





                                                             
OLEH 
SAVERIUS  KOBOGAU 
1102414057
                                               
                                                      

 



PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018

SURAT KEASLIAN


Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama                  : SAVERIUS KOBOGAU
Nim                    : 1102414057
Jurusan               : Kurikulum dan Teknologi pendidikan

Menyatakan bahwa SKRIPSI yang berjudul:
“ANALISIS PERKEMBANGAN  KURIKULUM  TINGKAT  SATUAN PENDIDIKAN   ( KTSP)  2006  DAN  KURIKULUM  2013”

Dengan demikian proposal yang saya buat dengan judul sebagai berikut diatas saya mengambil bagian tertentu dari sumber lain namun karya yang lain memang benar-benar  karya saya sendiri.








                                                                        Semarang...............2018
                                                                                           Pembuat pernyataan,



                                                                                       SAVERIUS KOBOGAU
                                                                                       Nim : 1102414057

PERSETUJUAN PEMBIBING



Proposal skripsi dengan judul

“ANALISIS PERKEMBANGAN  KURIKULUM  TINGKAT  SATUAN PENDIDIKAN ( KTSP) 2006  DAN  KURIKULUM  2013”


                                              Nama                  : SAVERIUS KOBOGAU 
                                              Nim                    : 1102414057
                                              Program studi     : Teknologi Pendidikan

Telah disetujuai oleh pembimbing untuk dilanjutkan menjadi skripsi dan diajukan permohonan penelitihan.

                                                                                                       Semarang.............2018
        Dosen Pembimbing                                                                           Penulis


                                                                       
 Prof. Dr. HARYONO, M.Psi.                                                SAVERIUS KOBOGAU
 NIP. 196202221986011001                                                         NIM : 1102414057




Mengetahui
Ketua Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan



                                              Drs. SUGENG PURWONTO, M.Pd.
                                              NIP : 195602611986011001


Bab I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
             Masalah Pendidikan merupakan suatu proses transfer ilmu yang melibatkan pendidik dan peserta didik, peserta didik tidak hanya mengembangkan potensi intelektualnya saja namun lebih menekankan kepada nilai-nilai kepribadian yang nantinya nilai itu akan dibawa ke dalam lingkungan masyarakat sehingga peserta didik menjadi lebih dewasa dan mampu menghadapi problematika yang terjadi dengan lingkungannya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 ayat 1 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003). Pendidikan menjadi institusi penting di Indonesia, karena menjadi penentu cetak biru generasi masa depan para penerus bangsa. Tanpa pendidikan akan menjadi bangsa yang tertinggal dari bangsa-bangsa lain, karena pendidikan menjadi penentu keberhasilan suatu bangsa. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting untuk membentuk sumber daya manusia (SDM) yang handal dan mampu bersaing di dalam maupun di luar negeri. Banyak negara dengan sumber daya alam minim, namun dengan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas, mampu menjadi negara maju. Berbeda dengan Indonesia, sumber 2 daya alam Indonesia berlimpah ruah, namun sumber daya manusiannya lemah, sehingga masih sulit bersaing dengan negara lain. Itulah tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Sebagai suatu bangsa, Indonesia memiliki cita-cita yang luhur yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 (empat): “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Cita-cita tersebut tidak akan terwujud tanpa kontribusi dari masing-masing elemen sesuai dengan perannya. Guna mewujudkan cita-cita itu perlu dilakukan dengan mempersiapkan penerus bangsa yang jujur, adil, mandiri, kreatif, bertanggung jawab, beriman, dan bertakwa. Pendidikan menjadi institusi penting untuk menyiapkan penerus bangsa dengan kualifikasi tersebut, dengan tegas dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003). Namun kualifikasi yang diamanatkan undang-undang tersebut belum sepenuhnya berhasil. Hal tersebut bisa diukur dari data Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed onflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang mengemukakan bahwa indeks pembangunan pendidikan Indonesia berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di 3 dunia. Artinya Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang berada di peringkat ke-34. Brunai Darussalam masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang, yang mencapai posisi nomor satu dunia. Adapun Malaysia berada di peringkat ke-65 atau masih dalam kategori kelompok pencapaian medium seperti halnya Indonesia (Kompas.com). Guna mendorong percepatan peningkatan kualitas pendidikan, maka pada tahun 2013 melakukan perubahan kurikulum, yang disebut Kurikulum 2013. Sebelumnya menggunakan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) atau biasa disebut dengan Kurikulum 2006. Perubahan Kurikulum dimaksudkan merupakan penyempurnaan yang dirintis oleh pemerintah agar kekurangan dari kurikulum 2006 atau KTSP bisa disempurnakan. Dorongan utama perubahan ini adalah mempersiapkan generasi penerus bangsa yang handal dan mampu bersaing di dalam maupun di luar negeri. Disamping juga untuk menghadapi dan antisipasi globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis ilmu pengetahuan, kebangkitan industri kreatif dan budaya, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains, mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan, serta hasil TIMSS dan PISA (Kemdikbud dalam Kunandar, 2014: 16-17). Disamping untuk menghadapi tantangan global di atas, perubahan kurikulum dimaksud juga untuk mengantisipasi maraknya sikap atau karakter negatif generasi muda, seperti meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, pengaruh kelompok yang kuat dalam tindak kekerasan, meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan 4 narkoba, alkohol dan seks bebas, semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, menurunya etos kerja, semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, membudayanya ketidakjujuran, dan adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama (Lickona 2012:17). Secara lebih singkat dapat dinyatakan bahwa Kurikulum 2013 diberlakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Kunandar, 2014: 16). Secara internal berdasarkan kajian kurikulum, pemberlakuan kurikulum 2013, dimaksudkan untuk penyempurnaan kurikulum sebelumnya yaitu KTSP atau kurikulum 2006. Penyempurnaan dimaksud meliputi: 1. Konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukaran melampau tingkat perkembangan usia anak. 2. Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. 3. Kompetensi belum menggambarkan secara holistik dominan sikap, keterampilan, dan pengetahuan 4. Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, kewirausahaan) belum terakomodasi secara eksplisit di dalam kurikulum 5. Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional maupun global 6. Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru, dan standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala (Kunandar, 2014: 22). 5 Berdasarkan kelemahan atau kekurangan dari KTSP atau kurikulum 2006, maka elemen perubahan pada Kurikulum 2013, meliputi kompetensi lulusan, kedudukan mata pelajaran yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi, pendekatan, struktur kurikulum (mata pelajaran dan alokasi waktu), proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, serta ekstrakulikuler. Elemen di atas menyangkut semua mata pelajaran termasuk juga Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Perubahannya meliputi: materi disajikan tidak berdasarkan pengelompokkan menurut empat pilar kebangsaan tetapi berdasarkan keterpaduan empat pilar dalam pembentukan karakter bangsa, materi disajikan berdasarkan kebutuhan untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab (taat norma, asas, dan aturan), adanya kompetensi yang dituntut dari siswa untuk melakukan tindakan nyata sebagai warga negara yang baik, serta Pancasila dan Kewarganegaraan bukan hanya pengetahuan tetapi ditunjukkan melalui tindakan nyata dan sikap keseharian (Kemdikbud, 2013). KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (Arifin, 2012:184). Kelemahan dari KTSP atau Kurikulum 2006, yaitu: 1. Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya melampui tingkat perkembangan usia anak. 2. Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. 3. Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik (pengetahuan, keterampilan, dan sikap). 4. Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan masyarakat, seperti pendidikan karakter, kesadaran lingkungan, 6 pendekatan dan metode pembelajaran konstruktifistik, keseimbangan soft skills and hard skills, serta jiwa kewirausahaan, belum terakomodasi di dalam kurikulum. 5. Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global. 6. Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru. 7. Penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remediasi dan pengayaan secara berkala (Mulyasa, 2014:60-61). Adanya kelemahan dari KTSP atau kurikulum 2006 tersebut, pemerintah mengeluarkan Kurikulum 2013 yang berbasis pada karakter. Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, Kurikulum 2013 diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi dunia pendidikan saat ini. Sesuai dengan KTSP yang disempurnakan oleh Kurikulum 2013, maka Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (kontekstual), karena berangkat, berfokus dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya
 masing-masing. Peserta didik dilihat sebagai subjek belajar, dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk kinerja dan mengalami berdasarkan kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge). Kurikulum 2013 juga berbasis karakter dan kompetensi yang mendasari pengembangan kemampuankemampuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu. Kurikulum 2013 juga mengamodasi mata pelajaran tertentu yang pengembangannya lebih tepat menggunakan 7 pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan. Buku dan kelengkapan dokumen disiapkan lengkap sehingga memicu dan memacu guru untuk membaca dan menerapkan budaya literasi, dan membuat guru memilki keterampilan membuat RPP, dan menerapkan pendekatan scientific secara benar (Mulyasa, 2014:163-164). Secara lebih kongkrit implementasi Kurikulum 2013, diantaranya meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Siswa dituntut untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah. 2. Penilaian dilakukan pada semua aspek kompetensi yang semestinya diperoleh siswa. 3. Pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti pelaksanaanya diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. 4. Kompetensi yang dikembangkan sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. 5. Kompetensi menggambarkan secara holistic domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan. 6. Standar penilaian mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi seperti sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara proporsional. 7. Mengharuskan adanya remediasi berkala (Kurniasih dan Berlin Sani, 2014:40- 41) Berdasarkan prinsip-prinsip implementasi Kurikulum 2013 di atas menegaskan bahwa guru bukan lagi pelaku utama dalam proses pembelajaran, guru di dorong berperan sebagai fasilitator, karena itu guru dituntut pula sebagai 8 demonstartor, pengelola kelas, mediator, dan evaluator. Untuk itu guru harus pula memilki kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, serta kompetensi profesional. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidik tidak hanya dituntut dapat mengajar atau menguasai materi yang diajarkan saja namun harus dapat mengelola peserta didik, bersosialisasi, dan yang terpenting adalah pendidik dituntut dapat mengevaluasi peserta didik. Guru sebagai pendidik harus dapat mengevaluasi peserta didiknya sesuai kemampuan yang dimiliki anak didiknya masing-masing. Penilaian sangat penting dalam pembelajaran, karena dengan penilaian pendidik bisa mengetahui tingkat pemahaman yang dimiliki oleh peserta didik mengenai pelajaran tertentu, sehingga untuk peserta didik yang kurang bisa dibantu dan dioptimalkan lagi dengan latihan-latihan supaya bisa mencapai KKM. Penilaian merupakan proses menilai proses peserta didik dalam memahami materi tertentu dan menilai sikap-sikap peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian dilakukan dari input, proses, dan output pembelajaran. Penilaian input berarti menilai peserta didik sebelum masuk materi pembelajaran, biasanya dengan menggunakan pre test. Dan yang terakhir adalah penilaian output, berati menilai keluaran peserta didik, paham atau tidak, lulus atau tidak, biasanya dengan menggunakan rapot. Sebagaimana disinggung di depan pada KTSP lebih menekankan pada ranah kognitif, untuk ranah afektif, dan psikomotorik belum dilakukan secara maksimal dan menyeluruh. Untuk Kurikulum 2013 berupaya menutupi kelemahan tersebut dengan menekankan pada penilaian autentik (authentic assesment). Penilaian autentik merupakan penilaian yang menilai kesiapan, proses, dan hasil belajar 9 siswa. Penilaian autentik menekankan untuk menilai peserta didik secara objektif pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) (Kunandar, 2014: 35-36). Idealnya penilaian autentik mengacu pada Penilaian Acuan Patokan (PAP), yaitu pencapaian hasil belajar di dasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal). Berdasarkan hal tersebut pencapaian kompetensi peserta didik tidak dalam konteks dibandingkan dengan peserta didik lainnya, tetapi dibandingkan dengan standar atau kriteria tertentu, yakni Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Dalam penilaian autentik guru melakukan penilaian tidak hanya pada penilaian level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL (Kunandar, 2014: 36). Penilaian autentik juga menilai sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan hasil dan proses. Guru melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi atau pengamatan perilaku dengan alat lembar pengamatan atau observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta diidk, jurnal, dan wawancara dengan alat panduan atau pedoman wawancara (pertanyaan-pertanyaan) langsung. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antar peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik dan pada wawancara berupa daftar pertanyaan (Kunandar, 2014:119). Untuk penilaian pengetahuan, dilakukan melalui tes tertulis dengan menggunakan 10 butir soal, tes lisan dengan bertanya langsung terhadap peserta didik menggunakan daftar pertanyaan, dan penugasan atau proyek dengan lembar kerja tertentu yang harus dikerjakan oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu (Kunandar, 2014:173). Sedang untuk penilaian kompetensi keterampilan dilakukan melalui penilaian berupa: 1. Kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu menggunakan tes praktik (unjuk kerja) dengan menggunakan instrumen lembar pengamatan (observasi). 2. Proyek dengan menggunakan instrumen lembar penilaian dokumen laporan proyek. 3. Penilaian portofolio dengan menggunakan instrumen lembar penilaian dokumen kumpulan portofolio dan penilaian produk dengan menggunakan instrumen lembar penilaian produk. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik (Kunandar, 2014:263). Penilaian autentik sebagaimana tuntutan Kurikulum 2013 tidak mudah dilakukan, salah satu penyebabnya guru sudah terbiasa hanya menilai kompetensi pengetahuan saja, aspek sikap maupun keterampilan jarang dinilai. Padahal Kurikulum 2013 menekankan ketiga aspek tersebut secara seimbang. Karena itu pelaksanaan penilaian autentik pada kurikulum 2013 kurang optimal. Fakta ini diperkuat bahwa sejumlah guru masih mengalami kebingungan dengan sistem penilaian hasil belajar siswa di kurikulum 2013 (Jakarta.com), diantaranya separuh Guru SMAN 78 Jakarta tidak paham Kurikulum 2013 (Tempo.co), ribuan guru di Surabaya tetap saja masih tidak paham mengenai penerapan Kurikulum 2013 meski sudah dilatih (Jawapos.com), sedang di Semarang, sebanyak 20 dari 23 guru SMP 21 Semarang yang mengisi angket, 87 % guru masih kesulitan dalam memahami cara penilaian kurikulum 2013 (Rohmawati, 2013). Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Utari (2014), hasilnya 11 menunjukkan bahwa pelaksanaan penilaian autentik pada aspek afektif baru sebesar 52,8%, sedang aspek psikomotorik sebesar 48,4%, dan pada aspek kognitif dominan, yaitu sebesar 98,8%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penilaian autentk masih kurang optimal (Utari, 2014). Berdasarkan hal tersebut masih banyak pendidik yang belum paham mengenai penilaian dalam Kurikulum 2013. Berbagai fenomena mengenai penilaian kurikulum 2013 membuat guru atau pendidik semakin kebingungan dalam hal menilai. Guru tidak hanya disibukan dalam pembuatan rencana pembelajaran, penguasaan materi, penerapan strategi, namun guru juga disibukan dengan penilaian autentik, yang sebelumnya pada KTSP pendidik hanya menilai pengetahuan saja, dengan adanya kurikulum 2013 guru juga menilai sikap dan keterampilan peserta didik. Guru harus mencermati karakter masing-masing peserta didik saat proses pembelajaran berlangsung. Permasalahan di atas, dapat diketahui belum optimalnya penilaian autentik pada Kurikulum 2013.



B.  Rumusan masalah:
1. Apa yang dimaksud dengan KTSP 2006 dan kurikulum 2013?
2. Apa perbedahan KTSP dan kurikulum 2013?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengenal dan memahami perkembangan KTSP 2006 dan kurikulum 2013.

D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai patokan bagi siswa, mahasiswa, pengajar dan semua yang mencakup ruang lingkup pendidikan untuk siap mengembangkan pendidikan di indonesia.
















Bab II
PEMBAHASAN

  A.  Kurikulum Tingkat  Satuan Pendidikan (KTSP) 2006  dan Kurikulum 2013.

      I.1.     Pengertian KTSP
      Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Bab 1 Pasal 1 Ayat (15) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah “Kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.” KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah (Muslich, 2007:17). Kurikulum tersebut telah diberlakukan secara berangsung-angsur mulai tahun pelajaran 2006/2007, pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
      Berdasarkan definisi tersebut, maka pihak sekolah diberikan kewenangan penuh untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum. Implementasi KTSP menuntut kemampuan sekolah dengan cara memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum, karena masing-masing sekolah lebih mengetahui tentang kondisi satuan pendidikannya.
      Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa serta rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru dan sejumlah pengalaman belajar yang harus dilakukan oleh siswa. Dalam penyelenggaraan pendidikan perlu adanya komponen-komponen pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan, diantaranya adalah tenaga pendidik, peserta didik, lingkungan, alat-alat pendidikan, kurikulum dan fasilitas yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
      Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK). KTSP diwujudkan dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar dan telah disahkan penggunaannya di sekolah, baik negeri maupun swasta, yang diberlakukan secara bertahap pada tahun pelajaran 2006/2007, pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah pusat (Depdiknas) mengharapkan paling lambat tahun pelajaran 2009/2010, semua sekolah telah menerapkan KTSP (Mulyasa, 2007:1-2). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan ( BSNP ). KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
   KTSP memupunyai beberapa landasan, landasan tersebut adalah :
a. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
b. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
c. Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi
d. Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
e. Permendiknas No. 24/2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23/2006

I.2.   Tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. KTSP memberikan kesempatan kepada sekolah untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkan KTSP adalah
a.    Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b.    Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengan bilan keputussan bersama.
c.    Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.

I.3. Karakteristik KTSP
Pada KTSP, kewenangan tingkat satuan pendidikan atau sekolah untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum lebih diperbesar. Karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memungkinkan berkurangnya materi pembelajaran yang banyak dan padat, tersusunnya perangkat standar dan patokan kompetensi yang perlu dikuasai oleh peserta didik, berkurangnya beban tugas guru yang selama ini sangat banyak dan beban belajar siswa yang selama ini sangat berat, serta terbukanya kesempatan bagi sekolah untuk mengembangkan kemandirian sesuai dengan kondisi yang ada di sekolah. Sebagai sebuah konsep dan program, KTSP memiliki Karakteristik sebagai berikut:

1)      KTSP menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. Dalam KTSP peserta didik dibentuk untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat yang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang terampil dan mandiri
2)      KTSP berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman;
3)      Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi;
4)      Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif;
5)      Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi (Kunandar, 2007:138).



Dalam KTSP hanya dideskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru sendiri yang harus menentukan indikator dan materi pokok pelajaran, disesuaikan dengan situasi daerah dan minat peserta didik. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan KTSP di sekolah (kepala sekolah dan guru) diberikan otonomi yang lebih besar dalam pengembangan kurikulum dengan tetap memperhatikan karakteristik KTSP, karena masing-masing sekolah dipandang lebih tahu tentang kondisi satuan pendidikannya. Keberhasilan atau kegagalan implementasi kurikulum di sekolah sangat bergantung pada kepala sekolah dan guru, karena dua figur tersebut merupakan kunci yang menentukan dan menggerakkan berbagai komponen di lingkungan sekolah. Setiap sekolah dapat mengelola dan mengembangkan berbagai potensinya secara optimal dalam kaitannya dengan implementasi KTSP.

I.4.       Ciri-ciri Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

1.    KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah.
2.     Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
3.     Guru harus mandiri dan kreatif.
4.     Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran.

      Beberapa ciri terpenting dari KTSP adalah sebagai berikut :
1.     KTSP  menganut prinsip Fleksibilitas
2.    KTSP  membutuhkan pemahaman dan keinginan sekolah untuk mengubah kebiasaan lama yakni pada kebergantungan pada birokrat..
3.     Guru kreatif dan siswa aktif.
4.     KTSP dikembangkan dengan prinsip diversifikasi.
5.    KTSP sejalan dengan konsep desentralisasi dan MBS ( Manajemen Berbasis Sekolah )
6.     KTSP tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni.
7.     KTSP beragam dan terpadu









I.5.      Keunggulan dan Kelemahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
     Untuk melihat keunggulan atau kelebihan KTSP dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya perlu dicari bahan pembanding. Karena sesuatu dianggap lebih baik kalau dapat dibandingkan dengan sesuatu yang lain untuk menunjukkan keunggulannya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui kelebihan dan kelemahan KTSP terlebih dahulu, kemudian baru kita mengetahui perbedaan antara KTSP dan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Misalnya antara KTSP dan KBK 2004 atau KTSP dan kurikulum 1994.

Setiap kurikulum memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing tergantung kepada situasi dan kondisi, dimana kurikulum tersebut diberlakukan. Menurut Fasli Jalal (dalam Imam Hanafie, 2008:1-5), kelebihan yang dimiliki KTSP adalah:
·      Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
·      Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program pendidikan.
·      KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
·      KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20 %.
·      KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.

Sementara beberapa kelemahan dalam KTSP maupun penerapannya, antara lain:
·    Kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
 ·     Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan.
 ·    Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsep penyusunan maupun prakteknya di lapangan.
 ·    Penerapan KTSP merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak  berkurang pendapatan para guru.
       ·    Beberapa kelebihan KTSP tersebut merupakan faktor pendukung bagi sekolah untuk meningkatan mutu pembelajarannya. Sedangkan faktor kelemahannya merupakan faktor penghambat yang harus diantisipasi dan diatasi oleh pihak sekolah dan juga menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan KTSP tidak hanya akan menambah daftar persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita.
Dengan demikian, ide dasar KTSP adalah mengembangkan pendidikan demokratis dan non monopolistik dengan cara memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum, karena masing-masing sekolah dipandang lebih tahu tentang kondisi satuan pendidikannya.




B. Kurikulum 2013

I.1.      Pengertian
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
           Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
      Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.

I.2. Karakteristik dan Ciri Kurikulum 2013
        Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum dan oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum dartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik.

Kompetensi untuk Kurikulum 2013 dirancang sebagai berikut:
1.      Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) kelas dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran.
2.      Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti adalah kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran KD yang diorganisasikan dalam proses pembelajaran siswa aktif.
3.      Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK.
4.      Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar di jenjang pendidikan menengah diutamakan pada ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah pada kemampuan intelektual (kemampuan kognitif tinggi).
5.      Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi Dasar yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi dalam Kompetensi Inti.
6.      Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
7.      Silabus dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD/MI) atau satu kelas dan satu mata pelajaran (SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK). Dalam silabus tercantum seluruh KD untuk tema atau mata pelajaran di kelas tersebut.
8.      Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata pelajaran dan kelas tersebut.
9.      Mewujudkan pendidikan berkarakter
Pendidkan berkarakter sebenarnya merupakan karakter dan ciri pokok kurikulum pendidikan sebelumnya. Dimana dalam kurikulum tersebut dituntut bagaimana mencetak peserta didik yang memiliki karakter yang baik, bermoral dan mmemiliki budi pekerti yang baik. Namun pada implementasi kkurikulum ini masih terdapat berbagai kekuragan sehingga menuaiberbagai kritik. sehingga kurikulum berbasis kompetensi ini direvisi guna menciptakan sistem pendidikan yang berkelanjutan dan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.
10.    Menciptakan Pendidikan Berwawasan Lokal
Wawasan lokal merupakan satu hal yang sangat penting. Namun pada kenyataan yang terjadi selama ini, potensi dan budaya lokal seaan terabaikan dan tergerus oleh tingginya pengaruh buudaya modern. Budaya yang cenderung membawa masyarakat untuk melupakan cita-cita luhur nenek moyang dan potensi yang dimilikinya dari dalam jiwa. Hal itulah yang mendorong bagaimana penanaman budaya lokal dalam pendidikan dapat diterapkan. Sistem ini akan diterapkan dalam konsep sintem pendidikan kurikulum 2013. Sistem yang dapat lebih mengentalkan budaya lokal yang selamaa ini dilupakan dan seakan diacuhkan. Olehnya itu dengan sistem pendidkan kurikulum 2013 diharapkan pilar budaya lokal dapat kembali menjadi inspirasi dan implementasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dihrapkan budaya lokal dapat menjadi ciri penting dan menjadi raja di negeri sendiri dan tidak punah ditelan zaman.




11.    Menciptakan Pendidikan yang ceria dan Bersahabat
              Pendidikan tidak hanya sebagai media pembelajaran. Tetapi pada dasarnya pendidikan merupakan tempat untuk menggali seluruh potensi dalam diri. Olehnya itu, dengan sistem pendidikan yang diterapkan pada kurikulum 2013 nantinya akan diharapkan dapat menggali seluruh potensi diri peserta didik, baik restasi akademik maupun non akademik. Maka dengan begitu pada kurikulum 2013 nantinya akan diterapkan pendidikan yang lebih menyenangkan, bersahabat, menarik dan berkompeten. Sehingga dengan cara tersebut diharapkan seluruh potensi dan kreativitas serta inovasi peserta didik dapat tereksploitasi secara cepat dan tepat.
         Pada Kurikulum 2013 ada perubahan mendasar dibanding kurikulum sekarang, yaitu antara lain :
1)    Untuk SD, meminimumkan jumlah mata pelajaran dengan hasil dari 10 dapat dikurangi menjadi 6 melalui pengintegrasian beberapa mata pelajaran
·    IPA menjadi materi pembahasan pelajaran Bahasa Indonesia , Matematika, dll
 ·    IPS menjadi materi pembahasan pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, dll
 ·    Muatan lokal menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
·    Mata pelajaran Pengembangan Diri diintegrasikan ke semua mata pelajaran
2)   Untuk SD, menambah 4 jam pelajaran per minggu akibat perubahan proses pembelajaran dan penilaian
 3)   Untuk SMP, meminimumkan jumlah mata pelajaran dengan hasil dari 12 dapat dikurangai menjadi 10 melalui pengintegrasian beberapa mata pelajaran
·     TIK menjadi sarana pembelajaran pada semua mata pelajaran, tidak berdiri sendiri
·      Muatan lokal menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya
·       Mata pelajaran Pengembangan Diri diintegrasikan ke semua mata pelajaran
4). Untuk SMP, menambah 6 jam pelajaran per minggu sebagai akibat dari perubahan pendekatan proses pembelajaran dan proses penilaian.















C. Analisis perbedahan KTSP dan Kurkulum 2013.

Berikut ini perbedaan kurikulum 2013 dan kurikulum  KTSP
NO
KURIKULUM 2013
KTSP
1
SKL (Standar Kompetensi Kelulusan) ditentukan terlebih dahulu setelah itu baru ditentukan SI (Standar Isi)
SI (Standar Isi) ditentukan terlebih dahulu, setelah itu baru ditentukan SKL (Standar Kompetensi Kelulusan)
2
Kompetensi lulusan meliputi aspek soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan
Lebih menekankan pada aspek pengetahuan
3
Di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-VI
Di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-III
4
Jumlah jam pelajaran perminggu lebih banyak dan jumlah mata pelajaran lebih sedikit disbanding KTSP
Jumlah pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak disbanding kurikulum 2013
5
Proses pembelajaran setiap tema dilakukan dengan penedkatan ilmiah yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan dan mencipta
Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi
6
TIK bukan sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media pembelajaran
TIK sebagai mata pelajaran
7
Standar penilaian menggunakan penilaian otentik yaitu mengukur semua kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil
Penilaian lebih dominan pada aspek pengetahuan
8
Pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib
Pramuka bukan ekstrakurikuler wajib
9
Penjurusan mulai kelas X untuk jenjang SMA/MA
Penjurusan mulai kelas XI
10
BK lebih menekankan mengembangkan potensi siswa
BK lebih pada menyelesaikan masalah siswa










D. Kelebihan dan kekurangan Kurikulum Tingkat Satuan(KTSP).

I.1. Kelebihan KTSP.
a. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum diseluruh Indonesia yang sentralistik, tidak melihat kepada situasi nyata di lapangan , dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Sekolah dan satuan pendidikan hampir tidak diberi kewenangan untuk menentukan kurikulum sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik secara aktual. Sebagai contoh, bahwa pendidikan yang ada di kota sangatlah berbeda dengan pendidikan di daerah desa, baik dari segi fasilitas maupun lingkungannya. Kemudian pendidikan yang ada di lingkungan pesisir pantai berbeda dengan pendidikan di lingkungan pegunungan atau di daerah dataran tinggi. Pengembangan Kurikuulum, Teori & Praktek, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2014), hlm. 250. 96 Kurikulum sebelumnya yang bersifat sentralistik, menjadikan beban pada sekolah terutama guru yang melaksanakan implementasi kurikulum dan peserta didik tidak bisa mengembangkan kemampuan diri dan keunggulan khas yang ada di daerahnya. Dengan kehadiran KTSP yang mendorong otonomi daerah, sekolah dan komite sekolah bersama-sama merumuskan kurikulum sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi lingkungan.

b. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan. Dengan bertolak dari panduan KTSP, sekolah diberi kebebasan untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sehingga dapat mengakomodasikan potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah, karena masing-masing sekolah lebih tahu tentang situasi dan kondisi satuan pendidikannya. Pengembangan Kurikuulum, Teori & Praktek, hlm. 250. 97 Kepala sekolah dan guru diberikan otonomi yang lebih besar dalam mengembangkan kurikulum dengan tetap memperhatikan karakteristik KTSP. Dalam KTSP hanya dideskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar, guru sendiri yang harus menentukan indikator dan materi pokok pelajaran, disesuaikan dengan situasi daerah dan minat peserta didik.
c. KTSP memungkinkan bagi setiap sekolah untuk mengembangkan dan menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Wina Sanjaya, bahwa KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan individu serta mengakses kepentingan daerah. Hal ini berdasarkan salah satu prinsip KTSP, yaitu berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Misalnya, sekolah yang berada di sekitar areal pariwisata.  Pengembangan Kurikulum, Teori & Praktek, hlm. 241. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), Cet.V, hlm.130. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi. dapat lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa inggris mata pelajaran bidang wisata lainnya.

d. Kurikulum KTSP menekankan pada aspek kompetensi yang diharapkan akan menghasilkan lulusan yang lebih baik dan siap menghadapi kehidupan dalam masyarakat. KTSP lebih fokus pada pengembangan seluruh kompetensi peserta didik yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Mereka dibantu agar kompetensinya muncul dan berkembang secara maksimal. Peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai perkembangan potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.

 I.2. Kekurangan KTSP.
 a. Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak. Secara psikologis jumlah mata pelajaran yang begitu banyak mengakibatkan peserta didik terbebani karena mereka harus membagi pikirannya kepada banyak mata pelajaran. Akibatnya peserta didik tidak dapat secara maksimal menyerap materi dalam satu mata pelajaran. Melihat dari Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa banyaknya pelajaran di SD adalah 10 mata pelajaran, SMP 12 mata pelajaran, dan SMA memuat 17 mata pelajaran. Konsekuensi dari banyaknya mata pelajaran tersebut, materi pelajaran menjadi luas dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak.

  b. Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik (pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi, dalam hal tertentu memiliki potensi tinggi, tetapi dalam hal lain mungkin biasa-biasa saja, bahkan bisa rendah. Peserta didik juga memiliki tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi yang baru. Sehingga, guru harus dapat membantu menghubungkan kemampuan dan pengalaman yang sudah dimiliki dengan penerapannya kedalam kehidupan sehari-hari.

 c. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan masih belum optimal dalam pelaksanaan, karena dalam pembelajaran guru lebih mendominasi dalam pembelajaran di kelas.

     Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 165. 100 Guru berpusat pada penyelesaian materi, sehingga peserta didik tidak bisa mengembangkan apa yang ada dalam dirinya. Guru seharusnya lebih kreatif dalam memberikan pembelajaran di kelas, mengajak peserta didik untuk lebih aktif. Oleh karena itu, pembelajaran harus melibatkan peserta didik agar mereka mampu bereksplorasi untuk membentuk kompetensi dengan menggali berbagai potensi di dalam diri peserta didik.

d. Evaluasi yang digunakan masih terfokus pada ranah kognitif saja, sementara untuk ranah afektif dan psikomotorik masih belum terlaksana dengan sempurna.

e. Beban belajar mata pelajaran PAI hanya sedikit, dalam waktu satu minggu hanya 2 jam pembelajaran. Waktu pembelajaran tersebut dirasa kurang, karena banyaknya materi yang harus diberikan kepada peserta didik. Sehingga guru lebih banyak berfokus pada penyelesaian materi dan kurang berfokus pada penghayatan atau pendalaman materi pada peserta didik.

E. Kelebihan dan kekurangan Kurikulum 2013.

I.1. Kelebihan Kurikulum 2013.
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihan-kelebihan masing-masing bergantung kepada situasi dan kondisi saat dimana kurikulum tersebut. Menurut peneliti Kurikulum 2013 yang baru dilaksanakan pada sekolah-sekolah tertentu itu juga memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kelebihan-kelebihan Kurikulum 2013 ini antara lain:

a. Kurikulum 2013 menekankan pengembangan kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik secara holistik (menyeluruh). Ketiga kompetensi tersebut ditagih dalam rapor dan merupakan penentu kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik sehingga guru wajib mengimplementasikannya dalam pembelajaran dan penilaian. Pada kurikulum sebelumnya mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu dan dirancang berdiri sendiri dan memiliki kompetensi dasar sendiri. Tetapi dalam implementasinya guru-guru pada umumnya tidak mengembangkan kompetensi ketrampilan dan sikap secara jelas. Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan. Dengan kehadiran kurikulum 2013 ini tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap) dan, Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah dari Kurikulum 2004, 2006, ke Kurikulum 2013, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) hlm. 119. 102 dirancang terkait satu sama lain dan memiliki kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti setiap kelas.

b. Menjadikan peserta didik lebih aktif dan kreatif. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Peserta didik harus aktif dan kreatif tidak seperti kurikulum sebelumya, materi dalam kurikulum terbaru ini lebih ke pemecahan masalah. Jadi peserta didik untuk aktif mencari informasi agar tidak ketinggalan mengikuti materi pembelajaran. Pembelajaran yang dulunya “diberi tahu” sekarang bergeser dengan pembelajaran peserta didik “aktif mencari tahu”.

c. Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah diintegrasikan kedalam semua program studi. Melalui pengembangan kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 1, ayat (21). 103 sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Sehingga, pembentukan karakter tidak hanya dilakukan pada ranah kognitif saja tetapi, menyentuh pendalaman dan pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap hari kita mendengar, melihat, dan menyaksikan betapa para pemuda, pelajar, dan mahasiswa yang diharapkan menjadi generasi bangsa telah terlibat dengan VCD porno, pelecehan seksual, narkoba, geng motor, perjudian, dan lain sebagainya. Contoh-contoh tersebut menunjukkan betapa rendah dan rapuhnya fondasi moral dan spiritual kehidupan bangsa.

d. Penambahan pada jumlah jam pembelajaran Agama Pada kurikulum 2013 ada penambahan jam belajar peserta didik pada semua mata pelajaran tak terkecuali pada mata pelajaran pendidikan agama Islam. Hal ini sangat baik, karena kita lihat pada kurikulum sebelumnya, mata pelajaran PAI hanya diberikan 2 jam pembelajaran dalam seminggu dengan materi yang padat. Akibatnya guru lebih fokus kepada penyelesaian materi. Dengan penambahan jam belajar ini, diharapkan pembentukan karakter dan moral peserta didik menjadi lebih baik.

e. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, hlm. 104. Kekurangan Kurikulum 2013 Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki kelemahan-kelemahannya. Menurut peneliti terdapat beberapa kelemahan-kelemahan dalam Kurikulum 2013, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kurikulum 2013 tidak didasarkan pada evaluasi dari pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sehingga dalam pelaksanaannya bisa membingungkan guru dan pemangku pendidikan.

2. Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan scientific. Pendekatan scientific approach (pendekatan ilmiah) merupakan pendekatan yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran kurikulum 2013. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau ilmiah. Pendekatan ilmiah atau scientific approach mencakup komponen diantaranya yaitu: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Komponen-komponen tersebut seharusnya dapat dimunculkan dalam setiap praktek pembelajaran. Semua itu dapat 105 dilaksanakan dengan baik apabila guru sebagai pelaksana memahami secara penuh tentang pendekatan saintifik.

3. Masih banyak guru yang belum memahami Kurikulum 2013 secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan. Hal ini disebabkan karena sosialisasi Kurikulum 2013 masih belum terlaksana secara menyeluruh. Sosialisasi perlu dilakukan secara matang kepada berbagai pihak agar kurikulum baru yang ditawarkan dapat dipahami dan diterapkan secara optimal. Karena sosialisasi merupakan langkah penting yang akan menunjang dan menentukan keberhasilan kurikulum.

4. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan Kurikulum 2013 pada satuan pendidikan yang ada dan Masih rendahnya kualitas guru dan sekolah. Guru yang diharapkan maupun memahami dan menguasai Kurikulum 2013 dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara menyeluruh, maka pemberlakuan Kurikulum 2013 secara nasional tidak memungkinkan untuk dapat dicapai. Padahal kunci suksesnya implementasi kurikulum 2013 adalah guru. Karena guru adalah faktor penting yang besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan berhasiltidaknya peserta didik dalam belajar. Ketidaksiapan guru itu tidak hanya terkait dengan urusan kompetensinya, tetapi juga berkaitan dengan masalah kreativitasnya, yang juga disebabkan oleh rumusan kurikulum yang lambat disosialisasikan oleh Pemerintah. Sehingga, guru-guru yang mengajar di daerah dan di pedalaman akan sulit mengikuti kurikulum baru dalam waktu singkat. Beberapa faktor kelemahan diatas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan Kurikulum 2013 tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuan Kurikulum 2013 hanya akan menambah daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.


I.2. Kekurangan Kurikulum 2013.
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki kelemahan-kelemahannya. Menurut peneliti terdapat beberapa kelemahan-kelemahan dalam Kurikulum 2013, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Kurikulum 2013 tidak didasarkan pada evaluasi dari pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sehingga dalam pelaksanaannya bisa membingungkan guru dan pemangku pendidikan.

b. Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan scientific. Pendekatan scientific approach (pendekatan ilmiah) merupakan pendekatan yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran kurikulum 2013. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau ilmiah. Pendekatan ilmiah atau scientific approach mencakup komponen diantaranya yaitu: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Komponenkomponen tersebut seharusnya dapat dimunculkan dalam setiap praktek pembelajaran. Semua itu dapat 105 dilaksanakan dengan baik apabila guru sebagai pelaksana memahami secara penuh tentang pendekatan saintifik.

 c. Masih banyak guru yang belum memahami Kurikulum 2013 secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan. Hal ini disebabkan karena sosialisasi Kurikulum 2013 masih belum terlaksana secara menyeluruh. Sosialisasi perlu dilakukan secara matang kepada berbagai pihak agar kurikulum baru yang ditawarkan dapat dipahami dan diterapkan secara optimal. Karena sosialisasi merupakan langkah penting yang akan menunjang dan menentukan keberhasilan kurikulum.

d. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan Kurikulum 2013 pada satuan pendidikan yang ada dan Masih rendahnya kualitas guru dan sekolah. Guru yang diharapkan maupun memahami dan menguasai Kurikulum 2013 dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara menyeluruh, maka pemberlakuan Kurikulum 2013 secara nasional tidak memungkinkan untuk dapat dicapai. Padahal kunci suksesnya implementasi kurikulum 2013 adalah guru. Karena guru adalah faktor penting yang besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan berhasiltidaknya peserta didik dalam belajar. Ketidaksiapan guru itu tidak hanya terkait dengan urusan kompetensinya, 106 tetapi juga berkaitan dengan masalah kreativitasnya, yang juga disebabkan oleh rumusan kurikulum yang lambat disosialisasikan oleh Pemerintah. Sehingga, guru-guru yang mengajar di daerah dan di pedalaman akan sulit mengikuti kurikulum baru dalam waktu singkat. Beberapa faktor kelemahan diatas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan Kurikulum 2013 tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuan Kurikulum 2013 hanya akan menambah daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.












BAB V
PENUTUP

              Berdasarkan pada data-data dan analisa serta beberapa ulasan tentang konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan Kurikulum 2013 kajian Standar Isi pada Mata Pelajaran PAI jenjang SMP, Maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

A. Kesimpulan
            Pertama, perbedaan yang mendasar antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Kurikulum 2013 terletak pada prinsip dan karakteristiknya. KTSP dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan didasarkan pada tujuh prinsip yaitu: Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, beragam dan terpadu, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, Relevan dengan kebutuhan, menyeluruh dan berkesinambungan, belajar sepanjang hayat, seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
           Sedangkan pada Kurikulum 2013 Sedangkan Kurikulum 2013 prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam pengembangan kurikulum ini terdiri atas: Peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia, kebutuhan kompetensi masa depan, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik, keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan 114 daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agama, dinamika perkembangan global, persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan, kondisi sosial masyarakat setempat, kesetaraan gender, karakteristik satuan pendidikan

              Kedua, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan kurikulum 2013 adalah pengembangan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dirintis pada tahun 2004. Kedua Kurikulum tersebut sama-sama menekankan pada pengembangan kompetensi peserta didik yang meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara seimbang dan berjalan secara integratif.





            






B. Saran

           Sehubungan dengan hasil penelitian yang penulis lakukan, kiranya dapat memberikan saran sebagai berikut:

1.  Guru diharapkan lebih memahami dan menguasai terhadap kurikulum yang baru. Karena salah satu kunci suksesnya kurikulum adalah guru. Guru merupakan faktor besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar.

2.  Tantangan bagi guru bagaimana cara mengembangkan metode dan penyampaian materi kepada peserta didik agar cepat dimengerti serta mengembangkan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Karena pada jam pembelajaran mapel PAI ditambah menjadi 3 jam pembelajaran dalam satu minggu.

3.  Dalam dunia pendidikan, guru agama harus siap menghadapi perubahan kurikulum agar dalam penyampaian materi tidak terhambat, karena siswa juga dituntut untuk menyesuaikan penerapan kurikulum di sekolahnya.

 4. Sedang secara praktis, dari hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pendidikan pada khususnya dan semua masyarakat pada umumnya. Serta dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi dunia pendidikan.

C. Penutup.
             Tidak ada ungkapan yang pantas untuk mengakhiri kata-kata penulisan skripsi ini, selain Terimakasih kepada yang maha kuasa sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Hambatan dan rintangan yang menghadang tidak mampu menyurutkan langkah peneliti untuk tetap tabah dan sabar dalam  penulisan ini, pada akhirnya skripsi ini dapat  selesaikan dengan baik.

 Peneliti sadar bahwa naskah yang sederhana ini, meskipun dengan segala daya dan upaya telah penulis curahkan, tetapi hasilnya masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Karena keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki. Maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian.

Sebagai akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti umumnya bagi pada peneliti dan semoga bermanfaat.







DAFTAR KEPUSTAKA

Arifin, Zaenal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2012.

Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta:
Renika Cipta, 2004.

Daradjat, Zakiah, dkk. Metode Khusus Pengajaran m, Jakarta:
Bumi Aksara, 2001.

Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung:
Pakar Raya, 2004.

Fadlillah, M, Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.

Hidayat, Sholeh, Pengembangan Kurikulum Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013. Idi,

Abdullah, Pengembangan Kurikulum, Teori & Praktek, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2014. Kasim,

Khairuddin, dkk., Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP), Konsep dan Implementasinya di Madrasah, Jogjakarta: Nuansa Aksara, 2007.

Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013.

Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi.

Lampiran Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kurikulum SMP-MTs.

Maunah, Binti, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar, Yogyakarta: Teras, 2009.

Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran PAI tingkat SLTP (Studi Kritis Atas Aspek Organisatoris)”, Skripsi, ( Fakultas Ilmu pendidikan  Semarang, 2007).

Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Bandung: Nuansa Cendekia, 2003.

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

Mulyasa, E, Kurikulum Berbasis Kompetensi; Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.

Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.

Muslich, Masnur, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Dasar Pemahaman dan Pengembangan Pedoman Pengelola Lembaga Pendidikan, Pengurus Sekolah, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, dewan Sekolah dan Guru, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007.

Muzamiroh, Mida Latifatul, Kupas Tuntas Kurikulum 2013: Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2013, Surabaya: Kata Pena, 2013.

Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

 Asas-asas Kurikulum, Bandung: Jemmars, 1995.

Nurdin, Syafrudin, M.Pd, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam KBK, Ciputat : Quantum teaching, 2005.

Nurhadi, Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban, Jakarta: PT Grasindo, 2005.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Rosyadi, Khairul, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Ruhimat, Toto, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.

Rusman, Manajemen Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

Sanjaya, Wina, Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2007.

 Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Prenada Media Group, 2013.

Saylor, J. Galen dkk, Curriculum Planing for Better Teaching and Learning, New York: Rinehart Company, 1957.

Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo, 1993.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.

Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

Suryosubroto, B, Tatalaksana Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Umi Muyasaroh, “Studi Komparasi Pendekatan Belajar Mengajar Kurikulum 1994 dengan Kurikulum 2004 Mata Pelajaran PAI tingkat SMA”, Skripsi, (Semarang: Fakultas Ilmu pendidikan UNNES  Semarang, 2005).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS).


Yamin, Martinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung Persada, 2009.