“ANALISIS
PERKEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) 2006 DAN KURIKULUM 2013”
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah
satu Syarat mencapai derajat Sarjana S-1
Program Studi Teknologi Pendidkan
SAVERIUS KOBOGAU
1102414057
PROGRAM
STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
JURUSAN
KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2018
SURAT KEASLIAN
Yang
bertanda tangan dibawah ini:
Nama : SAVERIUS KOBOGAU
Nim : 1102414057
Jurusan : Kurikulum dan Teknologi
pendidikan
Menyatakan
bahwa SKRIPSI yang berjudul:
“ANALISIS PERKEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN ( KTSP) 2006 DAN
KURIKULUM 2013”
Dengan
demikian proposal yang saya buat dengan judul sebagai berikut diatas saya
mengambil bagian tertentu dari sumber lain namun karya yang lain memang
benar-benar karya saya sendiri.
Semarang...............2018
Pembuat pernyataan,
SAVERIUS KOBOGAU
Nim : 1102414057
PERSETUJUAN PEMBIBING
Proposal skripsi dengan judul
“ANALISIS PERKEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN ( KTSP) 2006 DAN KURIKULUM 2013”
Nama : SAVERIUS
KOBOGAU
Nim :
1102414057
Program studi : Teknologi
Pendidikan
Telah
disetujuai oleh pembimbing untuk dilanjutkan menjadi skripsi dan diajukan
permohonan penelitihan.
Semarang.............2018
Dosen Pembimbing
Penulis
Prof. Dr. HARYONO, M.Psi. SAVERIUS KOBOGAU
NIP. 196202221986011001 NIM : 1102414057
Mengetahui
Ketua
Jurusan
Kurikulum
dan Teknologi Pendidikan
Drs. SUGENG PURWONTO, M.Pd.
NIP : 195602611986011001
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Masalah
Pendidikan merupakan suatu proses transfer ilmu yang melibatkan pendidik dan
peserta didik, peserta didik tidak hanya mengembangkan potensi intelektualnya
saja namun lebih menekankan kepada nilai-nilai kepribadian yang nantinya nilai
itu akan dibawa ke dalam lingkungan masyarakat sehingga peserta didik menjadi
lebih dewasa dan mampu menghadapi problematika yang terjadi dengan
lingkungannya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 ayat 1 UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003). Pendidikan menjadi institusi penting di
Indonesia, karena menjadi penentu cetak biru generasi masa depan para penerus
bangsa. Tanpa pendidikan akan menjadi bangsa yang tertinggal dari bangsa-bangsa
lain, karena pendidikan menjadi penentu keberhasilan suatu bangsa. Pendidikan
mempunyai peran yang sangat penting untuk membentuk sumber daya manusia (SDM)
yang handal dan mampu bersaing di dalam maupun di luar negeri. Banyak negara
dengan sumber daya alam minim, namun dengan sumber daya manusia yang unggul dan
berkualitas, mampu menjadi negara maju. Berbeda dengan Indonesia, sumber 2 daya
alam Indonesia berlimpah ruah, namun sumber daya manusiannya lemah, sehingga
masih sulit bersaing dengan negara lain. Itulah tantangan yang dihadapi bangsa
Indonesia saat ini. Sebagai suatu bangsa, Indonesia memiliki cita-cita yang
luhur yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 (empat):
“melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Cita-cita
tersebut tidak akan terwujud tanpa kontribusi dari masing-masing elemen sesuai
dengan perannya. Guna mewujudkan cita-cita itu perlu dilakukan dengan
mempersiapkan penerus bangsa yang jujur, adil, mandiri, kreatif, bertanggung
jawab, beriman, dan bertakwa. Pendidikan menjadi institusi penting untuk
menyiapkan penerus bangsa dengan kualifikasi tersebut, dengan tegas dirumuskan
dalam tujuan pendidikan nasional. Berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003). Namun kualifikasi yang
diamanatkan undang-undang tersebut belum sepenuhnya berhasil. Hal tersebut bisa
diukur dari data Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The
Hidden Crisis, Armed onflict and Education yang dikeluarkan Organisasi
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(UNESCO) yang mengemukakan bahwa indeks pembangunan pendidikan Indonesia
berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di
posisi ke-69 dari 127 negara di 3 dunia. Artinya Indonesia masih tertinggal
dari Brunei Darussalam yang berada di peringkat ke-34. Brunai Darussalam masuk
kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang, yang mencapai posisi nomor satu dunia.
Adapun Malaysia berada di peringkat ke-65 atau masih dalam kategori kelompok
pencapaian medium seperti halnya Indonesia (Kompas.com). Guna mendorong
percepatan peningkatan kualitas pendidikan, maka pada tahun 2013 melakukan
perubahan kurikulum, yang disebut Kurikulum 2013. Sebelumnya menggunakan KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) atau biasa disebut dengan Kurikulum 2006.
Perubahan Kurikulum dimaksudkan merupakan penyempurnaan yang dirintis oleh
pemerintah agar kekurangan dari kurikulum 2006 atau KTSP bisa disempurnakan.
Dorongan utama perubahan ini adalah mempersiapkan generasi penerus bangsa yang
handal dan mampu bersaing di dalam maupun di luar negeri. Disamping juga untuk
menghadapi dan antisipasi globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan
teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis ilmu
pengetahuan, kebangkitan industri kreatif dan budaya, pergeseran kekuatan
ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains, mutu, investasi dan transformasi
pada sektor pendidikan, serta hasil TIMSS dan PISA (Kemdikbud dalam Kunandar,
2014: 16-17). Disamping untuk menghadapi tantangan global di atas, perubahan
kurikulum dimaksud juga untuk mengantisipasi maraknya sikap atau karakter
negatif generasi muda, seperti meningkatnya kekerasan di kalangan remaja,
penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, pengaruh kelompok yang kuat
dalam tindak kekerasan, meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan
4 narkoba, alkohol dan seks bebas, semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk,
menurunya etos kerja, semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru,
rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, membudayanya
ketidakjujuran, dan adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama
(Lickona 2012:17). Secara lebih singkat dapat dinyatakan bahwa Kurikulum 2013
diberlakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Kunandar, 2014: 16).
Secara internal berdasarkan kajian kurikulum, pemberlakuan kurikulum 2013,
dimaksudkan untuk penyempurnaan kurikulum sebelumnya yaitu KTSP atau kurikulum 2006.
Penyempurnaan dimaksud meliputi: 1. Konten kurikulum masih terlalu padat yang
ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan
tingkat kesukaran melampau tingkat perkembangan usia anak. 2. Kurikulum belum
sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional. 3. Kompetensi belum menggambarkan secara holistik dominan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan 4. Beberapa kompetensi yang dibutuhkan
sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter,
kewirausahaan) belum terakomodasi secara eksplisit di dalam kurikulum 5.
Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada
tingkat lokal, nasional maupun global 6. Standar proses pembelajaran belum
menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang
penafsiran yang beraneka ragam berujung pada pembelajaran yang berpusat pada
guru, dan standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis
kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi
secara berkala (Kunandar, 2014: 22). 5 Berdasarkan kelemahan atau kekurangan
dari KTSP atau kurikulum 2006, maka elemen perubahan pada Kurikulum 2013,
meliputi kompetensi lulusan, kedudukan mata pelajaran yang semula diturunkan
dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari
kompetensi, pendekatan, struktur kurikulum (mata pelajaran dan alokasi waktu),
proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, serta ekstrakulikuler. Elemen di
atas menyangkut semua mata pelajaran termasuk juga Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKN). Perubahannya meliputi: materi disajikan tidak
berdasarkan pengelompokkan menurut empat pilar kebangsaan tetapi berdasarkan
keterpaduan empat pilar dalam pembentukan karakter bangsa, materi disajikan
berdasarkan kebutuhan untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab (taat
norma, asas, dan aturan), adanya kompetensi yang dituntut dari siswa untuk
melakukan tindakan nyata sebagai warga negara yang baik, serta Pancasila dan
Kewarganegaraan bukan hanya pengetahuan tetapi ditunjukkan melalui tindakan
nyata dan sikap keseharian (Kemdikbud, 2013). KTSP merupakan kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan (Arifin, 2012:184). Kelemahan dari KTSP atau Kurikulum 2006, yaitu:
1. Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkan dengan
banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya
melampui tingkat perkembangan usia anak. 2. Kurikulum belum mengembangkan
kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan
nasional. 3. Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek
pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik (pengetahuan,
keterampilan, dan sikap). 4. Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
perkembangan masyarakat, seperti pendidikan karakter, kesadaran lingkungan, 6
pendekatan dan metode pembelajaran konstruktifistik, keseimbangan soft skills
and hard skills, serta jiwa kewirausahaan, belum terakomodasi di dalam
kurikulum. 5. Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan
sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global. 6. Standar
proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga
membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran
yang berpusat pada guru. 7. Penilaian belum menggunakan standar penilaian
berbasis kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remediasi dan
pengayaan secara berkala (Mulyasa, 2014:60-61). Adanya kelemahan dari KTSP atau
kurikulum 2006 tersebut, pemerintah mengeluarkan Kurikulum 2013 yang berbasis
pada karakter. Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, Kurikulum 2013
diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi dunia
pendidikan saat ini. Sesuai dengan KTSP yang disempurnakan oleh Kurikulum 2013,
maka Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (kontekstual),
karena berangkat, berfokus dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk
mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya
masing-masing. Peserta didik dilihat sebagai
subjek belajar, dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk
kinerja dan mengalami berdasarkan kompetensi tertentu, bukan transfer
pengetahuan (transfer of knowledge). Kurikulum 2013 juga berbasis karakter dan
kompetensi yang mendasari pengembangan kemampuankemampuan lain. Penguasaan ilmu
pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan aspek-aspek kepribadian
dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu.
Kurikulum 2013 juga mengamodasi mata pelajaran tertentu yang pengembangannya
lebih tepat menggunakan 7 pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan
keterampilan. Buku dan kelengkapan dokumen disiapkan lengkap sehingga memicu
dan memacu guru untuk membaca dan menerapkan budaya literasi, dan membuat guru
memilki keterampilan membuat RPP, dan menerapkan pendekatan scientific secara
benar (Mulyasa, 2014:163-164). Secara lebih kongkrit implementasi Kurikulum
2013, diantaranya meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Siswa dituntut untuk
aktif, kreatif dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi
di sekolah. 2. Penilaian dilakukan pada semua aspek kompetensi yang semestinya
diperoleh siswa. 3. Pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti
pelaksanaanya diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. 4. Kompetensi yang
dikembangkan sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. 5.
Kompetensi menggambarkan secara holistic domain sikap, keterampilan, dan
pengetahuan. 6. Standar penilaian mengarahkan pada penilaian berbasis
kompetensi seperti sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara proporsional. 7.
Mengharuskan adanya remediasi berkala (Kurniasih dan Berlin Sani, 2014:40- 41)
Berdasarkan prinsip-prinsip implementasi Kurikulum 2013 di atas menegaskan
bahwa guru bukan lagi pelaku utama dalam proses pembelajaran, guru di dorong
berperan sebagai fasilitator, karena itu guru dituntut pula sebagai 8
demonstartor, pengelola kelas, mediator, dan evaluator. Untuk itu guru harus
pula memilki kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, serta kompetensi
profesional. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidik tidak
hanya dituntut dapat mengajar atau menguasai materi yang diajarkan saja namun
harus dapat mengelola peserta didik, bersosialisasi, dan yang terpenting adalah
pendidik dituntut dapat mengevaluasi peserta didik. Guru sebagai pendidik harus
dapat mengevaluasi peserta didiknya sesuai kemampuan yang dimiliki anak
didiknya masing-masing. Penilaian sangat penting dalam pembelajaran, karena
dengan penilaian pendidik bisa mengetahui tingkat pemahaman yang dimiliki oleh
peserta didik mengenai pelajaran tertentu, sehingga untuk peserta didik yang
kurang bisa dibantu dan dioptimalkan lagi dengan latihan-latihan supaya bisa
mencapai KKM. Penilaian merupakan proses menilai proses peserta didik dalam
memahami materi tertentu dan menilai sikap-sikap peserta didik selama proses pembelajaran
berlangsung. Penilaian dilakukan dari input, proses, dan output pembelajaran.
Penilaian input berarti menilai peserta didik sebelum masuk materi
pembelajaran, biasanya dengan menggunakan pre test. Dan yang terakhir adalah
penilaian output, berati menilai keluaran peserta didik, paham atau tidak,
lulus atau tidak, biasanya dengan menggunakan rapot. Sebagaimana disinggung di
depan pada KTSP lebih menekankan pada ranah kognitif, untuk ranah afektif, dan
psikomotorik belum dilakukan secara maksimal dan menyeluruh. Untuk Kurikulum
2013 berupaya menutupi kelemahan tersebut dengan menekankan pada penilaian
autentik (authentic assesment). Penilaian autentik merupakan penilaian yang
menilai kesiapan, proses, dan hasil belajar 9 siswa. Penilaian autentik menekankan
untuk menilai peserta didik secara objektif pada apa yang seharusnya dinilai,
baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan
dengan tuntutan kompetensi yang ada di Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi
Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) (Kunandar, 2014: 35-36). Idealnya penilaian
autentik mengacu pada Penilaian Acuan Patokan (PAP), yaitu pencapaian hasil
belajar di dasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal
(maksimal). Berdasarkan hal tersebut pencapaian kompetensi peserta didik tidak
dalam konteks dibandingkan dengan peserta didik lainnya, tetapi dibandingkan
dengan standar atau kriteria tertentu, yakni Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Dalam penilaian autentik guru melakukan penilaian tidak hanya pada penilaian
level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL (Kunandar, 2014: 36). Penilaian
autentik juga menilai sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan hasil
dan proses. Guru melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi atau pengamatan
perilaku dengan alat lembar pengamatan atau observasi, penilaian diri,
penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta diidk, jurnal, dan
wawancara dengan alat panduan atau pedoman wawancara (pertanyaan-pertanyaan)
langsung. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan
penilaian antar peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating
scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik dan
pada wawancara berupa daftar pertanyaan (Kunandar, 2014:119). Untuk penilaian
pengetahuan, dilakukan melalui tes tertulis dengan menggunakan 10 butir soal,
tes lisan dengan bertanya langsung terhadap peserta didik menggunakan daftar
pertanyaan, dan penugasan atau proyek dengan lembar kerja tertentu yang harus
dikerjakan oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu (Kunandar, 2014:173).
Sedang untuk penilaian kompetensi keterampilan dilakukan melalui penilaian
berupa: 1. Kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik
mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu menggunakan tes praktik (unjuk
kerja) dengan menggunakan instrumen lembar pengamatan (observasi). 2. Proyek
dengan menggunakan instrumen lembar penilaian dokumen laporan proyek. 3.
Penilaian portofolio dengan menggunakan instrumen lembar penilaian dokumen
kumpulan portofolio dan penilaian produk dengan menggunakan instrumen lembar
penilaian produk. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala
penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik (Kunandar, 2014:263). Penilaian
autentik sebagaimana tuntutan Kurikulum 2013 tidak mudah dilakukan, salah satu
penyebabnya guru sudah terbiasa hanya menilai kompetensi pengetahuan saja,
aspek sikap maupun keterampilan jarang dinilai. Padahal Kurikulum 2013
menekankan ketiga aspek tersebut secara seimbang. Karena itu pelaksanaan
penilaian autentik pada kurikulum 2013 kurang optimal. Fakta ini diperkuat
bahwa sejumlah guru masih mengalami kebingungan dengan sistem penilaian hasil
belajar siswa di kurikulum 2013 (Jakarta.com), diantaranya separuh Guru SMAN 78
Jakarta tidak paham Kurikulum 2013 (Tempo.co), ribuan guru di Surabaya tetap
saja masih tidak paham mengenai penerapan Kurikulum 2013 meski sudah dilatih
(Jawapos.com), sedang di Semarang, sebanyak 20 dari 23 guru SMP 21 Semarang
yang mengisi angket, 87 % guru masih kesulitan dalam memahami cara penilaian
kurikulum 2013 (Rohmawati, 2013). Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan oleh Utari (2014), hasilnya 11 menunjukkan bahwa pelaksanaan
penilaian autentik pada aspek afektif baru sebesar 52,8%, sedang aspek
psikomotorik sebesar 48,4%, dan pada aspek kognitif dominan, yaitu sebesar
98,8%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penilaian autentk
masih kurang optimal (Utari, 2014). Berdasarkan hal tersebut masih banyak
pendidik yang belum paham mengenai penilaian dalam Kurikulum 2013. Berbagai
fenomena mengenai penilaian kurikulum 2013 membuat guru atau pendidik semakin
kebingungan dalam hal menilai. Guru tidak hanya disibukan dalam pembuatan
rencana pembelajaran, penguasaan materi, penerapan strategi, namun guru juga
disibukan dengan penilaian autentik, yang sebelumnya pada KTSP pendidik hanya
menilai pengetahuan saja, dengan adanya kurikulum 2013 guru juga menilai sikap
dan keterampilan peserta didik. Guru harus mencermati karakter masing-masing
peserta didik saat proses pembelajaran berlangsung. Permasalahan di atas, dapat
diketahui belum optimalnya penilaian autentik pada Kurikulum 2013.
B.
Rumusan masalah:
1. Apa yang dimaksud dengan KTSP 2006 dan kurikulum
2013?
2. Apa perbedahan KTSP dan kurikulum 2013?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengenal dan
memahami perkembangan KTSP 2006 dan kurikulum 2013.
D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai patokan bagi siswa, mahasiswa, pengajar dan semua yang mencakup
ruang lingkup pendidikan untuk siap mengembangkan pendidikan di indonesia.
Bab II
PEMBAHASAN
A. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dan Kurikulum 2013.
I.1. Pengertian
KTSP
Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Bab 1 Pasal 1 Ayat (15) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah
“Kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan.” KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK)
adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing
satuan pendidikan atau sekolah (Muslich, 2007:17). Kurikulum tersebut telah
diberlakukan secara berangsung-angsur mulai tahun pelajaran 2006/2007, pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Berdasarkan definisi tersebut, maka pihak
sekolah diberikan kewenangan penuh untuk mengembangkan dan mengimplementasikan
kurikulum. Implementasi KTSP menuntut kemampuan sekolah dengan cara memberikan
otonomi yang lebih besar kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum, karena
masing-masing sekolah lebih mengetahui tentang kondisi satuan pendidikannya.
Kurikulum merupakan sejumlah mata
pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa serta rencana pembelajaran yang
dibuat oleh guru dan sejumlah pengalaman belajar yang harus dilakukan oleh
siswa. Dalam penyelenggaraan pendidikan perlu adanya komponen-komponen
pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan, diantaranya adalah tenaga pendidik,
peserta didik, lingkungan, alat-alat pendidikan, kurikulum dan fasilitas yang
mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK). KTSP diwujudkan dalam
bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar dan telah disahkan penggunaannya
di sekolah, baik negeri maupun swasta, yang diberlakukan secara bertahap pada
tahun pelajaran 2006/2007, pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pemerintah pusat (Depdiknas) mengharapkan paling lambat tahun pelajaran
2009/2010, semua sekolah telah menerapkan KTSP (Mulyasa, 2007:1-2). KTSP adalah
kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap
satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan ( BSNP ). KTSP terdiri
dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum
tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
KTSP memupunyai beberapa landasan, landasan tersebut adalah :
a. UU No.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
b. PP No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
c.
Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi
d.
Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
e.
Permendiknas No. 24/2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23/2006
I.2. Tujuan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Secara umum tujuan diterapkannya
KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui
pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. KTSP memberikan
kesempatan kepada sekolah untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan
kurikulum.
Secara
khusus tujuan diterapkan KTSP adalah
a. Meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan
kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b. Meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui
pengan bilan keputussan bersama.
c. Meningkatkan
kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang
akan dicapai.
I.3. Karakteristik
KTSP
Pada KTSP,
kewenangan tingkat satuan pendidikan atau sekolah untuk mengembangkan dan
mengelola kurikulum lebih diperbesar. Karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memungkinkan berkurangnya
materi pembelajaran yang banyak dan padat, tersusunnya perangkat standar dan
patokan kompetensi yang perlu dikuasai oleh peserta didik, berkurangnya beban
tugas guru yang selama ini sangat banyak dan beban belajar siswa yang selama
ini sangat berat, serta terbukanya kesempatan bagi sekolah untuk mengembangkan
kemandirian sesuai dengan kondisi yang ada di sekolah. Sebagai sebuah konsep dan
program, KTSP memiliki Karakteristik sebagai berikut:
1) KTSP
menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal. Dalam KTSP peserta didik dibentuk untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat yang pada akhirnya
akan membentuk pribadi yang terampil dan mandiri
2) KTSP
berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman;
3) Penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi;
4) Sumber
belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif;
5) Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi (Kunandar, 2007:138).
Dalam KTSP hanya
dideskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru sendiri yang harus
menentukan indikator dan materi pokok pelajaran, disesuaikan dengan situasi
daerah dan minat peserta didik. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan KTSP
di sekolah (kepala sekolah dan guru) diberikan otonomi yang lebih besar dalam
pengembangan kurikulum dengan tetap memperhatikan karakteristik KTSP, karena
masing-masing sekolah dipandang lebih tahu tentang kondisi satuan
pendidikannya. Keberhasilan atau kegagalan implementasi kurikulum di sekolah
sangat bergantung pada kepala sekolah dan guru, karena dua
figur tersebut merupakan kunci yang menentukan dan menggerakkan berbagai
komponen di lingkungan sekolah. Setiap sekolah dapat mengelola dan
mengembangkan berbagai potensinya secara optimal dalam kaitannya dengan
implementasi KTSP.
I.4. Ciri-ciri
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1.
KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk
menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah,
kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah.
2.
Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif
dalam proses pembelajaran.
3.
Guru harus mandiri dan kreatif.
4.
Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai
metode pembelajaran.
Beberapa ciri terpenting dari KTSP adalah
sebagai berikut :
1.
KTSP menganut prinsip Fleksibilitas
2.
KTSP membutuhkan pemahaman dan keinginan
sekolah untuk mengubah kebiasaan lama yakni pada kebergantungan pada birokrat..
3.
Guru kreatif dan siswa aktif.
4.
KTSP dikembangkan dengan prinsip diversifikasi.
5.
KTSP sejalan dengan konsep desentralisasi dan MBS
( Manajemen Berbasis Sekolah )
6.
KTSP tanggap terhadap perkembangan iptek dan
seni.
7.
KTSP beragam dan terpadu
I.5. Keunggulan
dan Kelemahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Untuk melihat keunggulan atau kelebihan
KTSP dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya perlu dicari bahan pembanding.
Karena sesuatu dianggap lebih baik kalau dapat dibandingkan dengan sesuatu yang
lain untuk menunjukkan keunggulannya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui
kelebihan dan kelemahan KTSP terlebih dahulu, kemudian baru kita mengetahui
perbedaan antara KTSP dan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Misalnya antara KTSP
dan KBK 2004 atau KTSP dan kurikulum 1994.
Setiap
kurikulum memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing tergantung kepada
situasi dan kondisi, dimana kurikulum tersebut diberlakukan. Menurut Fasli
Jalal (dalam Imam Hanafie, 2008:1-5), kelebihan yang dimiliki KTSP adalah:
· Mendorong
terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
· Mendorong
para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin
meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program pendidikan.
· KTSP
sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan
mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
· KTSP
akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang
lebih 20 %.
· KTSP
memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.
Sementara
beberapa kelemahan dalam KTSP maupun penerapannya, antara lain:
· Kurangnya
sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada
kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
· Kurangnya
ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan.
· Masih banyak
guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsep penyusunan maupun
prakteknya di lapangan.
· Penerapan
KTSP merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru.
· Beberapa
kelebihan KTSP tersebut merupakan faktor pendukung bagi sekolah untuk
meningkatan mutu pembelajarannya. Sedangkan faktor kelemahannya merupakan
faktor penghambat yang harus diantisipasi dan diatasi oleh pihak sekolah dan
juga menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan KTSP tidak hanya akan
menambah daftar persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita.
Dengan
demikian, ide dasar KTSP adalah mengembangkan pendidikan demokratis dan non
monopolistik dengan cara memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah
dalam pengembangan kurikulum, karena masing-masing sekolah dipandang lebih tahu
tentang kondisi satuan pendidikannya.
B. Kurikulum 2013
I.1. Pengertian
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan
tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap
di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk
mengantisipasi perkembangan masa depan. Titik beratnya, bertujuan untuk
mendorong peserta didik atau siswa, mampu
lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
(mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah
menerima materi pembelajaran. Adapun
obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013
menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan
siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih
baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga
nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan
di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan
kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana
kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah
disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang
diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.
I.2.
Karakteristik dan Ciri Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah kurikulum
berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah outcomes-based
curriculum dan oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian
kompetensi yang dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan
hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum
dartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum
oleh seluruh peserta didik.
Kompetensi
untuk Kurikulum 2013 dirancang sebagai berikut:
1. Isi
atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti
(KI) kelas dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran.
2. Kompetensi
Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek
sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi Inti adalah kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik untuk
setiap kelas melalui pembelajaran KD yang diorganisasikan dalam proses
pembelajaran siswa aktif.
3. Kompetensi
Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema
untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA,
SMK/MAK.
4. Kompetensi
Inti dan Kompetensi Dasar di jenjang pendidikan menengah diutamakan pada ranah
sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah pada kemampuan intelektual
(kemampuan kognitif tinggi).
5. Kompetensi
Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi Dasar yaitu
semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi dalam
Kompetensi Inti.
6. Kompetensi
Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat
(reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang
pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
7. Silabus
dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD/MI) atau satu kelas
dan satu mata pelajaran (SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK). Dalam silabus tercantum
seluruh KD untuk tema atau mata pelajaran di kelas tersebut.
8. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata pelajaran
dan kelas tersebut.
9. Mewujudkan
pendidikan berkarakter
Pendidkan berkarakter sebenarnya merupakan karakter dan ciri pokok
kurikulum pendidikan sebelumnya. Dimana dalam kurikulum tersebut dituntut
bagaimana mencetak peserta didik yang memiliki karakter yang baik, bermoral dan
mmemiliki budi pekerti yang baik. Namun pada implementasi kkurikulum ini masih
terdapat berbagai kekuragan sehingga menuaiberbagai kritik. sehingga kurikulum
berbasis kompetensi ini direvisi guna menciptakan sistem pendidikan yang
berkelanjutan dan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.
10. Menciptakan Pendidikan Berwawasan Lokal
Wawasan lokal merupakan satu hal yang sangat penting. Namun pada kenyataan
yang terjadi selama ini, potensi dan budaya lokal seaan terabaikan dan tergerus
oleh tingginya pengaruh buudaya modern. Budaya yang cenderung membawa
masyarakat untuk melupakan cita-cita luhur nenek moyang dan potensi yang
dimilikinya dari dalam jiwa. Hal itulah yang mendorong bagaimana penanaman
budaya lokal dalam pendidikan dapat diterapkan. Sistem ini akan diterapkan
dalam konsep sintem pendidikan kurikulum 2013. Sistem yang dapat lebih
mengentalkan budaya lokal yang selamaa ini dilupakan dan seakan diacuhkan.
Olehnya itu dengan sistem pendidkan kurikulum 2013 diharapkan pilar budaya
lokal dapat kembali menjadi inspirasi dan implementasi dalam kehidupan
bermasyarakat. Dihrapkan budaya lokal dapat menjadi ciri penting dan menjadi
raja di negeri sendiri dan tidak punah ditelan zaman.
11.
Menciptakan Pendidikan yang ceria dan Bersahabat
Pendidikan tidak hanya
sebagai media pembelajaran. Tetapi pada dasarnya pendidikan merupakan tempat
untuk menggali seluruh potensi dalam diri. Olehnya itu, dengan sistem
pendidikan yang diterapkan pada kurikulum 2013 nantinya akan diharapkan dapat
menggali seluruh potensi diri peserta didik, baik restasi akademik maupun non
akademik. Maka dengan begitu pada kurikulum 2013 nantinya akan diterapkan
pendidikan yang lebih menyenangkan, bersahabat, menarik dan berkompeten.
Sehingga dengan cara tersebut diharapkan seluruh potensi dan kreativitas serta
inovasi peserta didik dapat tereksploitasi secara cepat dan tepat.
Pada Kurikulum 2013 ada
perubahan mendasar dibanding kurikulum sekarang, yaitu antara lain :
1) Untuk SD,
meminimumkan jumlah mata pelajaran dengan hasil dari 10 dapat dikurangi menjadi
6 melalui pengintegrasian beberapa mata pelajaran
· IPA menjadi
materi pembahasan pelajaran Bahasa Indonesia , Matematika, dll
· IPS menjadi
materi pembahasan pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, dll
· Muatan lokal
menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan
· Mata
pelajaran Pengembangan Diri diintegrasikan ke semua mata pelajaran
2) Untuk SD, menambah 4 jam pelajaran
per minggu akibat perubahan proses pembelajaran dan penilaian
3) Untuk SMP, meminimumkan
jumlah mata pelajaran dengan hasil dari 12 dapat dikurangai menjadi 10 melalui
pengintegrasian beberapa mata pelajaran
· TIK
menjadi sarana pembelajaran pada semua mata pelajaran, tidak berdiri sendiri
·
Muatan lokal menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya
·
Mata pelajaran Pengembangan Diri diintegrasikan ke semua mata pelajaran
4). Untuk SMP, menambah 6 jam pelajaran per minggu sebagai akibat dari
perubahan pendekatan proses pembelajaran dan proses penilaian.
C. Analisis perbedahan KTSP dan Kurkulum 2013.
Berikut ini perbedaan kurikulum 2013 dan kurikulum KTSP
NO
|
KURIKULUM 2013
|
KTSP
|
1
|
SKL (Standar Kompetensi Kelulusan) ditentukan terlebih dahulu setelah itu
baru ditentukan SI (Standar Isi)
|
SI (Standar Isi) ditentukan terlebih dahulu, setelah itu baru ditentukan
SKL (Standar Kompetensi Kelulusan)
|
2
|
Kompetensi lulusan meliputi aspek soft skills dan hard skills yang
meliputi aspek kompetensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan
|
Lebih menekankan pada aspek pengetahuan
|
3
|
Di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-VI
|
Di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-III
|
4
|
Jumlah jam pelajaran perminggu lebih banyak dan jumlah mata pelajaran
lebih sedikit disbanding KTSP
|
Jumlah pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak
disbanding kurikulum 2013
|
5
|
Proses pembelajaran setiap tema dilakukan dengan penedkatan ilmiah yaitu
standar proses dalam pembelajaran terdiri dari mengamati, menanya, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan dan mencipta
|
Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi dan
Konfirmasi
|
6
|
TIK bukan sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media pembelajaran
|
TIK sebagai mata pelajaran
|
7
|
Standar penilaian menggunakan penilaian otentik yaitu mengukur semua
kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil
|
Penilaian lebih dominan pada aspek pengetahuan
|
8
|
Pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib
|
Pramuka bukan ekstrakurikuler wajib
|
9
|
Penjurusan mulai kelas X untuk jenjang SMA/MA
|
Penjurusan mulai kelas XI
|
10
|
BK lebih menekankan mengembangkan potensi siswa
|
BK lebih pada menyelesaikan masalah siswa
|
D.
Kelebihan dan kekurangan Kurikulum Tingkat Satuan(KTSP).
I.1.
Kelebihan KTSP.
a. Mendorong terwujudnya otonomi
sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah
satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya
penyeragaman kurikulum diseluruh Indonesia yang sentralistik, tidak melihat
kepada situasi nyata di lapangan , dan kurang menghargai potensi keunggulan
lokal. Sekolah dan satuan pendidikan hampir tidak diberi kewenangan untuk
menentukan kurikulum sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik secara
aktual. Sebagai contoh, bahwa pendidikan yang ada di kota sangatlah berbeda
dengan pendidikan di daerah desa, baik dari segi fasilitas maupun
lingkungannya. Kemudian pendidikan yang ada di lingkungan pesisir pantai
berbeda dengan pendidikan di lingkungan pegunungan atau di daerah dataran
tinggi. Pengembangan Kurikuulum, Teori & Praktek, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2014), hlm. 250. 96 Kurikulum sebelumnya yang bersifat
sentralistik, menjadikan beban pada sekolah terutama guru yang melaksanakan
implementasi kurikulum dan peserta didik tidak bisa mengembangkan kemampuan
diri dan keunggulan khas yang ada di daerahnya. Dengan kehadiran KTSP yang
mendorong otonomi daerah, sekolah dan komite sekolah bersama-sama merumuskan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi lingkungan.
b. Mendorong para guru, kepala
sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya
dalam penyelenggaraan program-program pendidikan. Dengan bertolak dari panduan
KTSP, sekolah diberi kebebasan untuk merancang, mengembangkan, dan
mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan
potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sehingga dapat
mengakomodasikan potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta
kebutuhan masyarakat sekitar sekolah, karena masing-masing sekolah lebih tahu
tentang situasi dan kondisi satuan pendidikannya. Pengembangan Kurikuulum,
Teori & Praktek, hlm. 250. 97 Kepala sekolah dan guru diberikan otonomi
yang lebih besar dalam mengembangkan kurikulum dengan tetap memperhatikan
karakteristik KTSP. Dalam KTSP hanya dideskripsikan standar kompetensi dan
kompetensi dasar, guru sendiri yang harus menentukan indikator dan materi pokok
pelajaran, disesuaikan dengan situasi daerah dan minat peserta didik.
c. KTSP memungkinkan bagi setiap
sekolah untuk mengembangkan dan menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu
yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Wina Sanjaya, bahwa KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan
individu serta mengakses kepentingan daerah. Hal ini berdasarkan salah satu
prinsip KTSP, yaitu berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Misalnya, sekolah yang berada di
sekitar areal pariwisata. Pengembangan
Kurikulum, Teori & Praktek, hlm. 241. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan
Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta:
Prenada Media Group, 2013), Cet.V, hlm.130. Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar
Isi. dapat lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa inggris mata pelajaran
bidang wisata lainnya.
d. Kurikulum KTSP menekankan pada
aspek kompetensi yang diharapkan akan menghasilkan lulusan yang lebih baik dan
siap menghadapi kehidupan dalam masyarakat. KTSP lebih fokus pada pengembangan
seluruh kompetensi peserta didik yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Mereka dibantu agar kompetensinya muncul dan berkembang secara
maksimal. Peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan
dari seluruh aspek kepribadian, sebagai perkembangan potensi-potensi bawaan
sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
I.2.
Kekurangan KTSP.
a. Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu
padat, yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang
keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak. Secara
psikologis jumlah mata pelajaran yang begitu banyak mengakibatkan peserta didik
terbebani karena mereka harus membagi pikirannya kepada banyak mata pelajaran.
Akibatnya peserta didik tidak dapat secara maksimal menyerap materi dalam satu
mata pelajaran. Melihat dari Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa banyaknya pelajaran di SD adalah
10 mata pelajaran, SMP 12 mata pelajaran, dan SMA memuat 17 mata pelajaran.
Konsekuensi dari banyaknya mata pelajaran tersebut, materi pelajaran menjadi
luas dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak.
b.
Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum
sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik (pengetahuan, keterampilan, dan
sikap). Peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi, dalam hal
tertentu memiliki potensi tinggi, tetapi dalam hal lain mungkin biasa-biasa
saja, bahkan bisa rendah. Peserta didik juga memiliki tingkatan yang berbeda
dalam menyikapi situasi yang baru. Sehingga, guru harus dapat membantu
menghubungkan kemampuan dan pengalaman yang sudah dimiliki dengan penerapannya
kedalam kehidupan sehari-hari.
c. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan masih belum optimal dalam pelaksanaan, karena dalam pembelajaran
guru lebih mendominasi dalam pembelajaran di kelas.
Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 165. 100 Guru berpusat pada penyelesaian materi,
sehingga peserta didik tidak bisa mengembangkan apa yang ada dalam dirinya.
Guru seharusnya lebih kreatif dalam memberikan pembelajaran di kelas, mengajak
peserta didik untuk lebih aktif. Oleh karena itu, pembelajaran harus melibatkan
peserta didik agar mereka mampu bereksplorasi untuk membentuk kompetensi dengan
menggali berbagai potensi di dalam diri peserta didik.
d. Evaluasi yang digunakan masih
terfokus pada ranah kognitif saja, sementara untuk ranah afektif dan
psikomotorik masih belum terlaksana dengan sempurna.
e. Beban belajar mata pelajaran PAI
hanya sedikit, dalam waktu satu minggu hanya 2 jam pembelajaran. Waktu
pembelajaran tersebut dirasa kurang, karena banyaknya materi yang harus
diberikan kepada peserta didik. Sehingga guru lebih banyak berfokus pada
penyelesaian materi dan kurang berfokus pada penghayatan atau pendalaman materi
pada peserta didik.
E. Kelebihan
dan kekurangan Kurikulum 2013.
I.1.
Kelebihan Kurikulum 2013.
Setiap
kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihan-kelebihan
masing-masing bergantung kepada situasi dan kondisi saat dimana kurikulum
tersebut. Menurut peneliti Kurikulum 2013 yang baru dilaksanakan pada
sekolah-sekolah tertentu itu juga memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan
dengan kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Kelebihan-kelebihan Kurikulum 2013 ini antara lain:
a. Kurikulum 2013 menekankan
pengembangan kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik
secara holistik (menyeluruh). Ketiga kompetensi tersebut ditagih dalam rapor
dan merupakan penentu kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik sehingga guru
wajib mengimplementasikannya dalam pembelajaran dan penilaian. Pada kurikulum sebelumnya
mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu dan dirancang berdiri
sendiri dan memiliki kompetensi dasar sendiri. Tetapi dalam implementasinya
guru-guru pada umumnya tidak mengembangkan kompetensi ketrampilan dan sikap
secara jelas. Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek
pengetahuan. Dengan kehadiran kurikulum 2013 ini tiap mata pelajaran mendukung
semua kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap) dan, Pengembangan Kurikulum
di Era Otonomi Daerah dari Kurikulum 2004, 2006, ke Kurikulum 2013, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2014) hlm. 119. 102 dirancang terkait satu sama lain dan memiliki
kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti setiap kelas.
b. Menjadikan peserta didik lebih
aktif dan kreatif. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Peserta didik harus aktif dan kreatif
tidak seperti kurikulum sebelumya, materi dalam kurikulum terbaru ini lebih ke
pemecahan masalah. Jadi peserta didik untuk aktif mencari informasi agar tidak
ketinggalan mengikuti materi pembelajaran. Pembelajaran yang dulunya “diberi
tahu” sekarang bergeser dengan pembelajaran peserta didik “aktif mencari tahu”.
c. Munculnya pendidikan karakter
dan pendidikan budi pekerti yang telah diintegrasikan kedalam semua program
studi. Melalui pengembangan kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan
kompetensi diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi
nilai-nilai karakter dan akhlak mulia Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, pasal 1, ayat (21). 103 sehingga terwujud dalam perilaku
sehari-hari. Sehingga, pembentukan karakter tidak hanya dilakukan pada ranah
kognitif saja tetapi, menyentuh pendalaman dan pengamalan nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Hampir setiap hari kita mendengar, melihat, dan menyaksikan betapa
para pemuda, pelajar, dan mahasiswa yang diharapkan menjadi generasi bangsa
telah terlibat dengan VCD porno, pelecehan seksual, narkoba, geng motor,
perjudian, dan lain sebagainya. Contoh-contoh tersebut menunjukkan betapa
rendah dan rapuhnya fondasi moral dan spiritual kehidupan bangsa.
d. Penambahan pada jumlah jam
pembelajaran Agama Pada kurikulum 2013 ada penambahan jam belajar peserta didik
pada semua mata pelajaran tak terkecuali pada mata pelajaran pendidikan agama
Islam. Hal ini sangat baik, karena kita lihat pada kurikulum sebelumnya, mata
pelajaran PAI hanya diberikan 2 jam pembelajaran dalam seminggu dengan materi
yang padat. Akibatnya guru lebih fokus kepada penyelesaian materi. Dengan
penambahan jam belajar ini, diharapkan pembentukan karakter dan moral peserta
didik menjadi lebih baik.
e. Pengembangan dan Implementasi
Kurikulum 2013, hlm. 104. Kekurangan Kurikulum 2013 Setiap kurikulum yang
diberlakukan di Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki
kelemahan-kelemahannya. Menurut peneliti terdapat beberapa kelemahan-kelemahan
dalam Kurikulum 2013, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kurikulum 2013 tidak didasarkan
pada evaluasi dari pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
sehingga dalam pelaksanaannya bisa membingungkan guru dan pemangku pendidikan.
2. Kurangnya pemahaman guru dengan
konsep pendekatan scientific. Pendekatan scientific approach (pendekatan
ilmiah) merupakan pendekatan yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran
kurikulum 2013. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses
pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau
ilmiah. Pendekatan ilmiah atau scientific approach mencakup komponen
diantaranya yaitu: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta. Komponen-komponen tersebut seharusnya dapat
dimunculkan dalam setiap praktek pembelajaran. Semua itu dapat 105 dilaksanakan
dengan baik apabila guru sebagai pelaksana memahami secara penuh tentang
pendekatan saintifik.
3. Masih banyak guru yang belum
memahami Kurikulum 2013 secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya
maupun prakteknya di lapangan. Hal ini disebabkan karena sosialisasi Kurikulum
2013 masih belum terlaksana secara menyeluruh. Sosialisasi perlu dilakukan
secara matang kepada berbagai pihak agar kurikulum baru yang ditawarkan dapat
dipahami dan diterapkan secara optimal. Karena sosialisasi merupakan langkah
penting yang akan menunjang dan menentukan keberhasilan kurikulum.
4. Kurangnya SDM yang diharapkan
mampu menjabarkan Kurikulum 2013 pada satuan pendidikan yang ada dan Masih
rendahnya kualitas guru dan sekolah. Guru yang diharapkan maupun memahami dan
menguasai Kurikulum 2013 dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih
belum terlaksana secara menyeluruh, maka pemberlakuan Kurikulum 2013 secara
nasional tidak memungkinkan untuk dapat dicapai. Padahal kunci suksesnya
implementasi kurikulum 2013 adalah guru. Karena guru adalah faktor penting yang
besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan berhasiltidaknya peserta didik dalam
belajar. Ketidaksiapan guru itu tidak hanya terkait dengan urusan
kompetensinya, tetapi juga berkaitan dengan masalah kreativitasnya, yang juga
disebabkan oleh rumusan kurikulum yang lambat disosialisasikan oleh Pemerintah.
Sehingga, guru-guru yang mengajar di daerah dan di pedalaman akan sulit
mengikuti kurikulum baru dalam waktu singkat. Beberapa faktor kelemahan diatas
harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan Kurikulum 2013 tidak
hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia
pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuan Kurikulum 2013 hanya akan
menambah daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.
I.2.
Kekurangan Kurikulum 2013.
Setiap
kurikulum yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki
kelebihan-kelebihan juga memiliki kelemahan-kelemahannya. Menurut peneliti
terdapat beberapa kelemahan-kelemahan dalam Kurikulum 2013, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Kurikulum 2013 tidak didasarkan
pada evaluasi dari pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
sehingga dalam pelaksanaannya bisa membingungkan guru dan pemangku pendidikan.
b. Kurangnya pemahaman guru dengan
konsep pendekatan scientific. Pendekatan scientific approach (pendekatan
ilmiah) merupakan pendekatan yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran
kurikulum 2013. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses
pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau
ilmiah. Pendekatan ilmiah atau scientific approach mencakup komponen
diantaranya yaitu: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta. Komponenkomponen tersebut seharusnya dapat
dimunculkan dalam setiap praktek pembelajaran. Semua itu dapat 105 dilaksanakan
dengan baik apabila guru sebagai pelaksana memahami secara penuh tentang
pendekatan saintifik.
c. Masih banyak guru yang belum memahami Kurikulum
2013 secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di
lapangan. Hal ini disebabkan karena sosialisasi Kurikulum 2013 masih belum
terlaksana secara menyeluruh. Sosialisasi perlu dilakukan secara matang kepada
berbagai pihak agar kurikulum baru yang ditawarkan dapat dipahami dan
diterapkan secara optimal. Karena sosialisasi merupakan langkah penting yang
akan menunjang dan menentukan keberhasilan kurikulum.
d. Kurangnya SDM yang diharapkan
mampu menjabarkan Kurikulum 2013 pada satuan pendidikan yang ada dan Masih
rendahnya kualitas guru dan sekolah. Guru yang diharapkan maupun memahami dan
menguasai Kurikulum 2013 dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih
belum terlaksana secara menyeluruh, maka pemberlakuan Kurikulum 2013 secara
nasional tidak memungkinkan untuk dapat dicapai. Padahal kunci suksesnya
implementasi kurikulum 2013 adalah guru. Karena guru adalah faktor penting yang
besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan berhasiltidaknya peserta didik
dalam belajar. Ketidaksiapan guru itu tidak hanya terkait dengan urusan
kompetensinya, 106 tetapi juga berkaitan dengan masalah kreativitasnya, yang
juga disebabkan oleh rumusan kurikulum yang lambat disosialisasikan oleh
Pemerintah. Sehingga, guru-guru yang mengajar di daerah dan di pedalaman akan
sulit mengikuti kurikulum baru dalam waktu singkat. Beberapa faktor kelemahan
diatas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan Kurikulum 2013
tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia
pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuan Kurikulum 2013 hanya akan
menambah daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan
pada data-data dan analisa serta beberapa ulasan tentang konsep Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan Kurikulum 2013 kajian Standar Isi pada
Mata Pelajaran PAI jenjang SMP, Maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Pertama, perbedaan yang mendasar antara Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan dan Kurikulum 2013 terletak pada prinsip dan
karakteristiknya. KTSP dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan didasarkan
pada tujuh prinsip yaitu: Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkungannya, beragam dan terpadu, tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, Relevan dengan
kebutuhan, menyeluruh dan berkesinambungan, belajar sepanjang hayat, seimbang
antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Sedangkan pada Kurikulum 2013 Sedangkan Kurikulum 2013 prinsip-prinsip
yang dijadikan pedoman dalam pengembangan kurikulum ini terdiri atas:
Peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia, kebutuhan kompetensi masa depan,
peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan
dan kemampuan peserta didik, keragaman potensi dan karakteristik daerah dan
lingkungan, tuntutan pembangunan 114 daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja,
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agama, dinamika
perkembangan global, persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan, kondisi
sosial masyarakat setempat, kesetaraan gender, karakteristik satuan pendidikan
Kedua, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan kurikulum
2013 adalah pengembangan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis
Kompetensi yang dirintis pada tahun 2004. Kedua Kurikulum tersebut sama-sama
menekankan pada pengembangan kompetensi peserta didik yang meliputi aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara seimbang dan berjalan secara
integratif.
B. Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian yang penulis lakukan, kiranya dapat
memberikan saran sebagai berikut:
1.
Guru diharapkan lebih memahami dan
menguasai terhadap kurikulum yang baru. Karena salah satu kunci suksesnya kurikulum
adalah guru. Guru merupakan faktor besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan
berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar.
2.
Tantangan bagi guru bagaimana cara
mengembangkan metode dan penyampaian materi kepada peserta didik agar cepat
dimengerti serta mengembangkan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Karena pada jam pembelajaran mapel PAI ditambah menjadi 3 jam pembelajaran
dalam satu minggu.
3.
Dalam dunia pendidikan, guru agama harus
siap menghadapi perubahan kurikulum agar dalam penyampaian materi tidak
terhambat, karena siswa juga dituntut untuk menyesuaikan penerapan kurikulum di
sekolahnya.
4. Sedang secara praktis, dari hasil
penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pendidikan pada khususnya dan semua
masyarakat pada umumnya. Serta dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi
dunia pendidikan.
C. Penutup.
Tidak ada ungkapan yang pantas untuk
mengakhiri kata-kata penulisan skripsi ini, selain Terimakasih kepada yang maha
kuasa sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Hambatan dan
rintangan yang menghadang tidak mampu menyurutkan langkah peneliti untuk tetap
tabah dan sabar dalam penulisan ini,
pada akhirnya skripsi ini dapat selesaikan dengan baik.
Peneliti
sadar bahwa naskah yang sederhana ini, meskipun dengan segala daya dan upaya
telah penulis curahkan, tetapi hasilnya masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Karena keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki. Maka penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian.
Sebagai akhir kata, penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti umumnya bagi pada peneliti dan
semoga bermanfaat.
DAFTAR KEPUSTAKA
Arifin, Zaenal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,
Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2012.
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta:
Renika Cipta, 2004.
Daradjat, Zakiah, dkk. Metode Khusus Pengajaran m, Jakarta:
Bumi Aksara, 2001.
Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung:
Pakar Raya, 2004.
Fadlillah, M, Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTs dan
SMA/MA, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.
Hidayat, Sholeh, Pengembangan Kurikulum Baru, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2013. Idi,
Abdullah, Pengembangan Kurikulum, Teori & Praktek, Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2014. Kasim,
Khairuddin, dkk., Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP), Konsep dan
Implementasinya di Madrasah, Jogjakarta: Nuansa Aksara, 2007.
Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013.
Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi.
Lampiran Permendikbud Nomor 68
Tahun 2013 tentang Kurikulum SMP-MTs.
Maunah, Binti, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat
Pendidikan Dasar, Yogyakarta: Teras, 2009.
“Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Mata Pelajaran PAI tingkat SLTP (Studi Kritis Atas Aspek Organisatoris)”,
Skripsi, ( Fakultas Ilmu pendidikan Semarang, 2007).
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Bandung: Nuansa Cendekia,
2003.
Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2010.
Mulyasa, E, Kurikulum Berbasis Kompetensi; Konsep, Karakteristik dan
Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah,
Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Menjadi
Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan Kurikulum Berbasis
Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.
Pengembangan
dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013.
Muslich, Masnur, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Jakarta: Bumi Aksara,
2009.
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan; Dasar Pemahaman dan Pengembangan Pedoman Pengelola
Lembaga Pendidikan, Pengurus Sekolah, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, dewan
Sekolah dan Guru, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007.
Muzamiroh, Mida Latifatul, Kupas Tuntas Kurikulum 2013: Kelebihan dan
Kekurangan Kurikulum 2013, Surabaya: Kata Pena, 2013.
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Asas-asas Kurikulum,
Bandung: Jemmars, 1995.
Nurdin, Syafrudin, M.Pd, Model Pembelajaran yang Memperhatikan
Keragaman Individu Siswa dalam KBK, Ciputat : Quantum teaching, 2005.
Nurhadi, Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban, Jakarta: PT
Grasindo, 2005.
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP).
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Rosyadi, Khairul, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004.
Ruhimat, Toto, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Rusman, Manajemen Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
Sanjaya, Wina, Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia, 2007.
Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011.
Kurikulum
dan Pembelajaran: Teori
dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
Jakarta: Prenada Media Group, 2013.
Saylor, J. Galen dkk, Curriculum Planing for Better Teaching and
Learning, New York: Rinehart Company, 1957.
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo, 1993.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.
Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran,
Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Suryosubroto, B, Tatalaksana Kurikulum, Jakarta: Rineka
Cipta, 2005.
Umi Muyasaroh, “Studi Komparasi Pendekatan Belajar Mengajar
Kurikulum 1994 dengan Kurikulum 2004 Mata Pelajaran PAI tingkat SMA”,
Skripsi, (Semarang: Fakultas Ilmu pendidikan UNNES Semarang, 2005).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS).
Yamin, Martinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi,
Jakarta: Gaung Persada, 2009.